Uma, rumah adat masyarakat Mentawai. (Photo: Lisa) |
Mentawai - Sistem kekerabatan Kepulauan Mentawai menganut patrilineal. Dalam kehidupan sehari hari, mereka tinggal di sebuah rumah besar atau rumah adat Mentawai yang disebut Uma.
Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi Uma dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik. Meski demikian Uma tetap bisa berdiri tegak. Rahasianya terletak pada tiang dan peletakan pasak yang cermat dan rapi.
Dalam rumah Uma ini, selain rumah utama, terdapat bagian-bagian lain, yang masing masing memiliki nama dan fungsi tersendiri.
Ruangan utama dinamakan Lalep. Bagian ini adalah tempat tinggal bagi sepasang suami istri, yang pernikahannya disahkan secara adat. Bagian ini terdapat di dalam rumah Uma.
Bagian yang ke dua dinamakan Rusuk. Bagian ini merupakan tempat atau ruang khusus, yang diperuntukkan bagi anak-anak muda, para janda dan mereka yang diasingkan karena melanggar aturan adat suku Mentawai.
Sementara ruang bagian depan, yang termasuk di dalamnya ruang serambi yang terbuka dimana anggota keluarga yang bertamu bisa mengobrol di sana.
Dari segi konstruksi, Rumah Uma ini memiliki panjang sekitar 30 meter, dengan lebar 10 meter dan memiliki tinggi sekitar 7 meter. Kolongnya biasa digunakan untuk beternak.
Uma juga dijadikan sebagai tempat penyimpanan warisan juga alat alat pusaka peninggalan nenek moyang suku Mentawai.
Selain itu juga kerap dijadikan tempat suci untuk persembahan serta penyimpanan tengkorak hasil buruan.
Fungsi lain dari Uma adalah sebagai balai besar tempat pertemuan kerabat serta upacara upacara adat. Adapun yang menjadi kepala dari Uma disebut dengan istilah Rimata. Selain itu juga ada Sikerei yang oleh suku Mentawai dianggap sebagai tetua. (Melisa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar